Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MEMANAS

Sekian bulan hujan dan dingin menemani semesta. Matahari tak berkutik seperti kaku dengan awan dan mendung tiada henti menghempas angkasa. Bahkan air langit terus-menerus mengguyur semesta bumi.

Awan berarak (Doc. Pribadi)

Musim hujan yang terus-menerus mengguyur tak seterusnya memberi nyaman, namun sebagian menjadi peringatan dan renungan bagi manusia bahwa ada yang tidak beres dari manusia dalam bersahabat dengan alam raya ini.

Perilaku-perilaku yang merusak alam harus dihindari dari setiap perbuatan manusia. Karena kerusakan alam tidak mungkin terjadi dengan sendirinya tanpa ada sebab ulah-ulah manusia itu sendiri.

Saat ini, sepertinya tugas hujan sudah mau selesai menyirami bumi. Terasa sekali mulai jarang dan lambat laun dingin yang gigil juga menjauh. Awan-awan tak lagi berebut menumpuk di angkasa. Ia memberi ruang seluas-luasnya pada matahari untuk bertugas setelah penghujan.

Panas kian menghempas semesta. Menyeruak menabur keringat-keringat dan silau-silau. Terlihat sekali langkah-langkah manusia berlindung pada naung dan rindang pepohonan. Berteduh sesekali menghilangkan gerah dan hawa seperti kehausan.


Musim yang berganti ke panas juga bukan seterusnya terasa nyaman, namun tetap sebagian ada peringatan dan renungan bagi manusia. Bahwa bagaimana alam raya ini harus selalu dikelola dengan baik sehingga menjadi sahabat yang baik pula bagi manusia.

Matahari yang semakin memanas, memaksa haus pada kepanasan. Kian memanas memaksa angin-angin diburu untuk melenyapkan bulir-bulir keringat seluruh tubuh manusia.

Sejatinya semua musim hanya akan silih berganti dan saling mengisi. Dengan seperti itu, tugas manusia bukan untuk mengeluhkan atau mengigau tentang Tuhan tidak adil dalam berkehendak. Mengeluhpun bahkan memberontak tidak akan merubah keadaan yang menjadi kehendan Tuhan.

Edisi_MenikmatiPanas

2 komentar untuk "MEMANAS"